HAK DAN KEWAJIBAN WNI. DAN NEGARA PADA WNI
Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Hukum itu mengatur hubungan
hukum antara tiap orang, tiap masyarakat, tiap lembaga, bahkan tiap
negara. Hubungan hukum tersebut terlaksana pada hak dan
kewajiban yang diberikan oleh hukum. Setiap hubungan hukum yang
diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua sisi. Sisi yang satu ialah hak dan
sisi lainnya adalah kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Sebaliknya tidak
ada kewajiban tanpa hak. Karena pada hakikatnya sesuatu pasti ada pasangannya.
Hak adalah suatu kewenangan atau
kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh
hukum. Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang
patut atau layak diterima. Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan
yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang
sepatutnya diberikan.
Perwujudan hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan adanya
perantaraanperistiwa hukum. Segala peristiwa atau kejadian dalam keadaan
tertentu adalah peristiwa hukum. Untuk terciptanya suatu hak dan kewajiban
diperlukan terjadinya peristiwa yang oleh hukum dihubungkan sebagai akibat.
Karena pada umumnya hukum itu bersifat pasif.
Contoh hak dan WNI
CO1.
Setiap warga negara berhak
mendapatkan perlindungan hukum.
2.
Setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
3.
Setiap warga negara memiliki
kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan.
4.
Setiap warga negara bebas untuk
memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang
dipercayai.
5.
Setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran.
6.
Setiap warga negara berhak
mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh.
7.
Setiap warga negara memiliki hak
sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan
dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.
Contoh ke wajiban WNI
1.
Setiap warga negara memiliki
kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara
indonesia dari serangan musuh.
2.
Setiap warga negara wajib membayar
pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (pemda).
3.
Setiap warga negara wajib mentaati
serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali,
serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
4.
Setiap warga negara berkewajiban
taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara
Indonesia.
5.
Setiap warga negara wajib turut
serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang
dan maju ke arah yang lebih baik.
Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945
Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.
Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat keikutsertaan warga
Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait
dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang –undang.
Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh
dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun
dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan
saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan
negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang
membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa,
pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan
negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan
keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan
Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU
tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia
Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan
keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta”.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan
dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri
pertahanan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.”
Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari
segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari
luar maupun dari dalam. Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela
Negara :
1.
Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang
konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2.
Undang-Undang No.29 tahun 1954
tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3.
Undang-Undang No.20 tahun 1982
tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1988.
4.
Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang
Pemisahan TNI dengan POLRI.
5.
Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang
Peranan TNI dan POLRI.
6.
Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal
27 ayat 3.
7.
Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama
setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam
melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi
bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1.
Ikut serta dalam mengamankan
lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2.
Ikut serta membantu korban bencana
di dalam negeri
3.
Belajar dengan tekun pelajaran atau
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4.
Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler
seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah
sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi
berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI /
Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban
demi kedaulatan dan kesatuan NKRI. Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan
pertahanan dan keamanan negara :
1.
Terorisme Internasional dan
Nasional.
2.
Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3.
Pelanggaran wilayah negara baik di
darat, laut, udara dan luar angkasa.
4.
Gerakan separatis pemisahan diri
membuat negara baru.
5.
Kejahatan dan gangguan lintas
negara.
6.
Pengrusakan lingkungan.
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA
TERHADAP PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA DALAM BIDANG SIPIL DAN BIDANG POLITIK DI
INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI
MANUSIA.
Hak asasi manusia menurut alinea kedua Pembukaan Piagam Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan
Yang Maha Esa yang melekat dan dimiliki setiap manusia, bersifat universal dan
abadi, meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan kesejahteraan oleh karena itu
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa berupa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan mengarahkan dan membimbing sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan demikian maka manusia memiliki budi sendiri dan karsa yang merdeka secara sendiri, manusia memiliki martabat dan derajat yang sama, maka manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama pula. Derajat manusia yang luhur (human dignity), nilai-nilai manusia yang luhur berasal dari Tuhan sebagai sang pencipta. Dengan akal budi dan nuraninya tersebut, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya.
Manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa berupa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan mengarahkan dan membimbing sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan demikian maka manusia memiliki budi sendiri dan karsa yang merdeka secara sendiri, manusia memiliki martabat dan derajat yang sama, maka manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama pula. Derajat manusia yang luhur (human dignity), nilai-nilai manusia yang luhur berasal dari Tuhan sebagai sang pencipta. Dengan akal budi dan nuraninya tersebut, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya.
Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan
tersebut manusia memilki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan
yang dilakukannya. Kebebasan dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak
asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa. Hak-hak tersebut tidak dapat diingkari, oleh sebab itu
pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari harkat dan martabat
manusia. Negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk
mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali.
Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titk tolak dan tujuan
dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat ( grossviolation of human rights).
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28Y Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.
Pada kenyataannya selama lebih dari enam puluh tahun usia Repubilk Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau penegakkan hak asasi manusia jauh dari memuaskan.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat ( grossviolation of human rights).
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28Y Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.
Pada kenyataannya selama lebih dari enam puluh tahun usia Repubilk Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau penegakkan hak asasi manusia jauh dari memuaskan.
Penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia juga mengungkapkan bahwa peristiwa-peristiwa berupa penangkapan
yang tidak sah, penculikan, pemberangusan mengemukakan pendapat, pengniayaan,
perkosaan, penghilangan paksa, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah,
penyerangan pemuka agama. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan
oleh pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya menjadi penegak hukum,
pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi,
menganiaya, menghilangakan paksa dan atau menghilangkan nyawa, tidak dapat
dipungkiri bahwa pelanggara-pelanggaran tersebut masih terjadi. Meskipun dalam
tata urutan perundang-undangan yang terbaru Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat telah dihapus, yaitu diatur Pasal 7 dalam Undang-Undang No. 10 Tahun
2004 Tentang Jenis dan Hierarki Perundang-undangan Indonesia, pelaksanaan
kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tersebut, pertama kali dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/II/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu pengaturan mengenai hak
asasi manusia pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, termasuk Undang-Undang yang mengesahkan berbagai konvensi
internasional mengenai hak asasi manusia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka untuk memayungi seluruh peraturan perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, oleh sebab itu maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dengan dibentuknya Undang-undang ini agar terdapat sumber hukum yang tegas dalam mengatur pelaksanaan penegakkan dan perlindungan terhadap HAM di Indonesia. Dalam sejarah perkembangannya pada dasarnya Hak Asasi Manusia dapat dicakup dalam beberapa bidang, yaitu: Hak asasi manusia bidang sipil seperti hak hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri, hak-hak wanita, dan hak-hak anak; hak asasi manusia bidang politik seperti turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran, hak untuk berserikat dan lain-lain; Hak asasi manusia bidang sosial seperti hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan dan lain-lain.; Hak asasi manusia bidang budaya seperti hak untuk memeluk, menjalankan ibadah menurut agama atau kepercayaan, hak untuk mengembangkan budaya dan lain-lain (Puslitbang Diklat Mahkamah Agung RI, 2001: 131).
Kewajiban dan tanggung jawab negara, dalam hal ini
Pemerintah terhadap pelaksanaan dan penegakkan HAM, mengingat perlindungan hak
asasi manusia adalah menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara yang dilakukan
Pemerintah, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999. Dalam
Undang-Undang tersebut negara wajib dan bertanggung jawab menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam
Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional
tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.
Meskipun demikian pelaksanaan penegakkan dan perlindungan HAM di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan masyarakat pada umumnya karena Pemerintah dinilai dalam pelaksanaannya belum dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan HAM, seperti : kasus Tanjung Priok, peristiwa 27 Juli 1996, kasus Timor-Timur, bahkan kasus meninggalnya aktivis HAM Munir yang sampai saat ini belum terungkap. Kewajiban dan tanggung jawab negara terhadap penegakkan HAM terutama di bidang sipil dan politik pun, peran negara masih sangat dipertanyakan hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dibidang sipil yang menyangkut hak hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri, hak wanita dan hak anak-anak. Bidang politik pun yang mencakup hak turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran serta hak untuk berserikat masih terjadi pelanggaran. Hal tersebut terjadi karena masih lemahnya negara dalam pelaksanaan kewaiban dan tanggung jawabnya terhadap HAM terutama di bidang sipil dan politik sebagai mana telah diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda